Dinamika politik menjelang Pilgub Jabar 2018 tampaknya terus menunjukan peningkatan. Berbagai manuver politik terlihat mengalami peningkatan dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu manuver politik yang tidak terduga adalah ‘merapatnya’ Dedy Mizwar (Demiz) ke PDIP sebagai bakal calon Gubernur dalam Pilgub Jabar tahun 2018.
Demiz selama ini telah muncul sebagai figur pemimpin yang mampu merepresentasikan harapan dan keinginan umat Islam khususnya di Jawa Barat. Selain itu Demiz yang sempat mempermasalahkan proyek pembangunan Meikarta oleh James Riady, telah muncul sebagai sosok dan simbol perlawanan umat Islam kepada berbagai bentuk tindakan pemerintah yang selama ini dinilai mendiskreditkan umat Islam, khususnya paska kekalahan Ahok yang diusung partai-partai pemerintah dalam Pilgub DKI Jakarta.
Pada hari Rabu tanggal 25 Oktober 2017 lalu, Demiz terlihat hadir dalam acara “Curah Gagasan Bakal Calon Gubernur Pilgub Jabar 2018” yang diselenggarakan oleh DPD PDIP Jawa Barat. Demiz hadir bersama 7 orang tokoh Jawa Barat lainnya yang memiliki potensi besar untuk maju sebagai bakal calon Gubernur dalam Pilgub Jabar 2018. Kehadiran Demiz dalam kegiatan tersebut merupakan pertemuan kedua antara Demiz dan jajaran pengurus DPD PDIP Jabar setelah sebelumnya di bulan yang sama, Demiz melakukan kunjungan atau silaturahmi secara personal ke kantor DPD PDIP Jawa Barat. Meskipun belum dapat dikatakan bahwa Demiz maupun 7 tokoh lainnya yang hadir dalam acara “Curah Gagasan” tersebut akan menjadi bakal calon Gubernur yang akan diusung oleh PDIP, akan tetapi pertemuan kedua antara Demiz dan jajaran pengurus DPD PDIP tersebut, secara politik, memberikan sinyal dan tanda bahwa telah ada beberapa kesamaan visi dan misi antara Demiz dan PDIP dalam konteks perebutan kekuasaan di Pilgub Jabar 2018.
Di lain pihak, PDIP yang hingga saat ini dalam persepsi umat Islam masih dipandang sebagai partai penguasa yang menjadi ‘dalang’ bagi berbagai tindakan yang mendiskreditkan umat Islam dan para ulama, tentunya menjadi pilihan yang tidak tepat sebagai partai pengusung bagi Demiz yang notabene mendapat dukungan kuat dari umat Islam, khususnya di Jawa Barat. Tapi tensu saja kita semua harus menghormai kepuusan politik yang diambil oleh Demiz hingga saat ini, dan tentu kita pun harus tetap khusnudzon dengan apa yang dilakukan oleh Demiz, karena yang namanya politik memang sulit untuk diprediksi, dan bisa saja apa yang dilakukan oleh Demiz hanyalah sebuah manuver politik jangka pendek guna membuyarkan peta politik yang ada saat ini.
Terlepas dari apa yang dilakukan oleh Demiz, poin penting yang harus diperhatikan adalah kekecewaan sebagian besar umat Islam di Jawa Barat dengan keputusan yang diambil oleh Demiz. Lebih jauh, umat Islam di Jawa Barat menjadi kehilangan sosok atau figur pemimpin yang bisa menjadi simbol perlawanan umat Islam terhadap diskriminasi dan represifitas penguasa hari ini.
Demiz bukanlah satu-satunya calon kuat di Jawa Barat, jauh sebelum nama Demiz muncul, nama Ridwan Kamil sudah lebih dahulu melesat sebagai figur bakal calon Gubernur Jawa Barat yang dinilai memiliki posisi cukup kuat untuk mengikuti kontestasi Pilgub Jabar 2018.
Di kalangan umat Islam Jawa Barat pada awalnya sosok Ridwan Kamil dapat diterima karena sejauh kepemimpinan Ridwan Kamil di Kota Bandung, belum pernah terdengar ada gesekan maupun kebijakan Ridwan Kamil yang kontra-produktif dengan kepentingan umat Islam. Kuatnya posisi Ridwan Kamil mungkin membuat ‘gerah beberapa lawan politiknya, sehingga kemudian dimainkan isu negatif yang dialamatkan kepada Ridwan Kamil, yaitu keterkaitan Ridwan Kamil dengan Syi’ah, sebuah isu yang masih perlu verifikasi cukup panjang.
Dampak dari isu ini memang belum terlihat mengkhawatirkan, terbukti dengan tetap tingginya angka popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil di beberapa survey. Kekuatan posisi Ridwan Kmail baru bisa berubah ketika dirinya secara resmi mendeklarasikan diri sebagai bakal calon gubernur Jawa Barat yang diusung oleh Nasdem. Tentu saja fenomena ini menjadi clue atau petunjuk kedua yang memperlihatkan resistensi pemilih di Jawa Barat terhadap partai-partai politik yang berafiliasi dengan penguasa.
Paska deklarasi tersebut, popularitas dan elektabilitas Ridwan Kamil sempat menurun hingga 10%, tetapi bukan itu masalahnya, yang lebih utama, Ridwan Kamil masuk daftar hitam bakal calon gubernur Jawa Barat yang tidak layak dipilih oleh umat Islam karena bergabung dengan kelompok penguasa, Nasdem.
Selain Ridwan Kamil dan Demis, ada satu nama bakal calon gubernur lagi yang memiliki posisi kuat dalam Pilgub Jabar 2018, dia adalah Dedi Mulyadi, Bupati Purwakarta sekaligus Ketua DPD Golkar Jawa Barat. Nama Dedi Mulyadi cukup kuat dan populer di kalangan masyarakat pedesaan di Jawa Barat. Meskipun demikian, lagi-lagi Dedi Mulyadi memiliki 2 masalah dalam kaitannya dengan ekpektasi pemilih dari kalangan umat Islam, yaitu isu penyimpangan akidah Islam Dedi Mulyadi karena dekatnya beliau dengan kepercayaan tradisional sunda dan hal-hal mistis, serta posisi Dedi Mulyadi sebagai Ketua DPD Golkar dimana Golkar saat ini telah bergabung dengan kelompok penguasa.
Terlepas dari ketiga nama tersebut, masih ada beberapa nama bakal calon gubernur Jawa Barat yang muncul, akan tetapi masih belum terlihat memiliki posisi yang cukup kuat jika dibandingkan dengan ketiga nama tersebut. Jawa Barat yang penduduknya mayoritas Islam dan di beberapa daerah (kabupaten/kota) masih dikenal sebagai basis-basis gerakan Islam, dalam kondisi perkembangan politik saat ini, seperti kehilangan sosok pemimpin yang layak memegang kepemimpinan Islam. Saya harap pembaca yang non-muslim atau Islam liberal jangan dulu alergi dengan kosakata “kepemimpinan Islam”, karena yang saya maksud dengan kepemimpinan Islam disini adalah pemimpin yang dapat diterima oleh mayoritas kelompok-kelompok Islam serta mampu memperlihatkan wajah Islam yang tegas dalam menyatakan kebenaran, tetapi lemah lembut dan kasih sayang terhadap sesama umat manusia, pemimpin yang mampu menjadi tauladan bagi umat Islam sekaligus mampu menjadi garansi terjaganya hak-hak umat beragama dan berkeyakinan lainnya dalam menjalankan agama dan kepercayaannya.
Hilangnya sosok pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinan Islam di Jawa Barat ini harus menjadi concern atau perhatian serius seluruh elemen dan kelompok gerakan Islam di Jawa Barat, karena cita-cita kita semua untuk tegaknya Islam secara kaffah baik di dalam diri, masyarakat, maupun bangsa dan negara, pada akhirnya akan bersinggungan dengan upaya merebut atau mengamankan kekukasaan atau bersinggungan dengan masalah politik. Perlu kesadaran dari kita semua untuk mulai menghilangkan sekat-sekat organisasi atau kelompok dan bicara dengan satu bahasa, satu Islam. Mewujudkan ukhuwah Islamiyah diantara kelompok-kelompok gerakan Islam di Jawa Barat adalah hal pertama dan yang paling urgent untuk kita lakukan saat ini, untuk kemudian mencapai konsensus bersama dalam memunculkan seorang figur pemimpin yang mampu menjalankan kepemimpinan Islam di Jawa Barat.
Semoga kita semua selalu dalam ridho Alloh subhanahu wata’ala...Robbana Afrigh ‘alaina shobron wa tsabit aqdhomanaa wanshurna ‘alal qoumil kafirin...
Bagus Setiawan (Ketua An Najmus Tsaqib)
Comments
Post a Comment