Skip to main content

WAHABI DAN ARAB SAUDI: POLITIK BERDARAH PEREBUTAN KEKUASAAN DI JAZIRAH ARAB


Beberapa waktu terakhir umat muslim Indonesia tersita perhatiannya dengan kasus penolakan warga NU terhadap kedatangan salah satu ustad yang dianggap sebagai representasi Wahabi, yaitu Ustad Khalid Basamalah. Beliau dianggap sebagai salah satu tokoh Wahabi yang aktif menyebarkan bid’ah sebagai salah satu karakteristik dari Wahabi dan isi ceramahnya dianggap bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.

Dalam tulisan ini tidak akan dibahas tentang siapa dan bagaimana sebenarnya isi dakwah dari sang ustad tersebut, akan tetapi lebih penting dari itu adalah tentang apa sebenarnya Wahabi dan bagaimana keberadaan serta perkembangannya di Indonesia saat ini.

Wahabi adalah aliran yang dinisbatkan kepada  nama pendirinya, Muhammad bin Abdul Wahab (lahir di Najed tahun 1111 H / 1699 M). Pada mulanya sebagai seorang pedagang yang sering berpindah dari satu negara ke negara lain dan diantara negara yang pernah disinggahi adalah Baghdad, Iran, India dan Syam. Kemudian pada tahun 1125 H / 1713 M bertemu dengan seorang orientalis  Mr. Hempher berkebangsaan Inggris sebagai spion di Timur Tengah.  Dimana Inggris juga berhasil membangkitkan sekte baru dalam Islam seperti Ahmadiyah dan Baha’i.

Muhammad bin Abdul Wahab hidup di lingkungan sunni pengikut madzhab Hanbali, bahkan ayahnya Syaikh Abdul Wahab adalah seorang sunni yang baik, begitu pula guru-gurunya. Namun ayah dan guru-gurunya mempunyai firasat kurang baik hingga ayahnya pun menentang dan memberi peringatan khusus padanya. Bahkan kakak kandungnya, Sulaiman bin Abdul Wahab, ulama’ besar dari madzhab Hanbali, menulis buku bantahan kepadanya dengan judul As-Sawa’iqul Ilahiyah Fir Raddi Alal Wahabiyah. Tidak ketinggalan pula salah satu gurunya di Madinah, Syekh Muhammad bin Sulaiman AI-Kurdi as-Syafi’i, menulis surat berisi nasehat.

Namun bukannya membaik, Muhammad bin Abdul Wahab justru berbalik mengkafirkan kaum muslimin sejak 600 tahun sebelumnya, termasuk guru-gurunya sendiri.  Muhammad bin Abdul Wahab tidak menggubris nasehat ayahnya dan guru-gurunya dengan dalih  pemurnian ajaran Islam.

Diantara pengikutnya adalah penguasa Dar’iyah, Muhammad bin Saud (meninggal tahun 1178 H / 1765 M) pendiri dinasti Saudi, yang dikemudian hari menjadi mertuanya.  Ibn Saud sendiri sangat patuh pada perintah Muhammad bin Abdul Wahab. Jika dia menyuruh untuk membunuh atau merampas harta seseorang dia segera melaksanakannya dengan keyakinan bahwa kaum muslimin telah kafir dan syirik selama 600 tahun lebih, dan membunuh orang musyrik dijamin surga.

Muhammad bin Abdul Wahab juga sering merendahkan Nabi SAW dengan dalih pemurnian akidah, dia juga membiarkan para pengikutnya melecehkan Nabi di hadapannya, sampai-sampai seorang pengikutnya berkata : “Tongkatku ini masih lebih baik dari Muhammad, karena tongkat-ku masih bisa digunakan membunuh ular, sedangkan Muhammad telah mati dan tidak tersisa manfaatnya sama sekali“. Muhammad bin Abdul Wahab di hadapan pengikutnya tak ubahnya seperti Nabi di hadapan umatnya. Pengikutnya semakin banyak dan wilayah kekuasaan semakin luas. Keduanya bekerja sama untuk memberantas tradisi yang dianggapnya keliru dalam masyarakat Arab, seperti tawassul, ziarah kubur, peringatan Maulid dan sebagainya. Tak mengherankan bila para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab lantas menyerang makam-makam yang mulia. Bahkan, pada 1802, mereka menyerang Karbala-Irak, tempat dikebumikan jasad cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib. Karena makam tersebut dianggap tempat munkar yang berpotensi syirik kepada Allah. Dua tahun kemudian, mereka menyerang Madinah, menghancurkan kubah yang ada di atas kuburan, menjarah hiasan-hiasan yang ada di Hujrah Nabi Muhammad. Hingga pada tahun 1806 masuk ke Mekkah pada 1806, dan merusak kiswah, kain penutup Ka’bah yang terbuat dari sutra. Kemudian merobohkan puluhan kubah di Ma’la, termasuk kubah tempat kelahiran Nabi SAW, tempat kelahiran Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina Ali, juga kubah Sayyidatuna Khadijah, masjid Abdullah bin Abbas. Mereka terus menghancurkan masjid-masjid dan tempat-tempat kaum solihin sambil bersorak-sorai, menyanyi dan diiringi tabuhan kendang. Mereka juga mencaci-maki ahli kubur bahkan sebagian mereka kencing di kubur kaum solihin tersebut. Gerakan kaum Wahabi ini membuat Sultan Mahmud II, penguasa Kerajaan Usmani, Istanbul-Turki, murka. Dikirimlah prajuritnya yang bermarkas di Mesir, di bawah pimpinan Muhammad Ali, untuk melumpuhkannya. Pada 1813, Madinah dan Mekkah bisa direbut kembali. Gerakan Wahabi surut. Tapi, pada awal abad ke-20, Abdul Aziz bin Sa’ud bangkit kembali mengusung paham Wahabi. Tahun 1924, ia berhasil menduduki Mekkah, lalu ke Madinah dan Jeddah, memanfaatkan kelemahan Turki akibat kekalahannya dalam Perang Dunia I. Sejak itu, hingga kini, paham Wahabi mengendalikan pemerintahan di Arab Saudi. Dewasa ini pengaruh gerakan Wahabi bersifat global. Riyadh mengeluarkan jutaan dolar AS setiap tahun untuk menyebarkan ideologi Wahabi. Sejak hadirnya Wahabi, dunia Islam tidak pernah tenang penuh dengan pergolakan pemikiran, sebab kelompok ekstrem itu selalu menghalau pemikiran dan pemahaman agama Sunni-Syafi’i yang sudah mapan.
Sungguh Nabi SAW telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, Diantaranya: “Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan).
“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukhori no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban.

Nabi SAW pernah berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: “Dan dari Najed, wahai Rasulullah”, beliau berdo’a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman”, dan pada yang ketiga kalinya beliau SAW bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.”, Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.

Dr. Abdullah Mohammad Sindi, di dalam sebuah artikelnya yang berjudul: Britain and the Rise of Wahhabism and the House of Saud menyajikan tinjauan ulang tentang sejarah Wahabisme, peran Pemerintah Inggris di dalam perkembangannya, dan hubungannya dengan peran keluarga kerajaan Saudi. “Salah satu sekte Islam yang paling kaku dan paling reaksioner saat ini adalah Wahabi,” demikian tulis Dr. Abdullah Mohammad Sindi dalam pembukaan artikelnya tersebut. Dan kita tahu bahwa Wahabi adalah ajaran resmi Kerajaaan Saudi Arabia, tambahnya.

Wahabisme dan keluarga Kerajaan Saudi telah menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan sejak kelahiran keduanya. Wahabisme-lah yang telah menciptakan kerajaan Saudi, dan sebaliknya keluarga Saud membalas jasa itu dengan menyebarkan paham Wahabi ke seluruh penjuru dunia. One could not have existed without the other – Sesuatu tidak dapat terwujud tanpa bantuan sesuatu yang lainnya.

Wahabisme memberi legitimasi bagi Istana Saud, dan Istana Saud memberi perlindungan dan mempromosikan Wahabisme ke seluruh penjuru dunia. Keduanya tak terpisahkan, karena keduanya saling mendukung satu dengan yang lain dan kelangsungan hidup keduanya bergantung padanya.

Tahun 1744, terjadi kemitraan antara Muhammad bin Abdul Wahab dengan Ibnu Saud melalui upacara sumpah yang menetapkan Ibnu Saud dengan emir dan Ibnu Abdul Wahhab sebagai Imam, belakangan disebut Syaikhul Islam. Putra tertua Ibnu Saud, Abdul 'Aziz ibnu Saud dinikahkan dengan putri Ibnu Abdul Wahhab. Dinasti-Wahhabi pun terbentuk, menjadi Saudi Arabia. Gerakan Wahhabi dan Dinasti Saud sejak kemunculannya berusaha menundukkan suku-suku di Jazirah Arab dibawah bendera Saudi/Wahhabi. 

Tahun 1746, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab mengumumkan proklamasi jihad kepada siapa saja yang menentang al-Da'wah lit-Tauhid. Penyerangan mulai dilancarkan ke daerah suku-suku yang dinyatakan olehnya kafir. Setiap suku yang belum masuk Wahhabi di beri dua opsi: masuk Wahabi dan mengucapkan sumpah setia atau diperangi sebagai orang musyrik dan kafir. Banyak yang tidak tahan menghadapi kebrutalan emir Abdul Aziz putra Ibnu Saud.

Tahun 1773, tidak ada lagi lawan di Najd, semua sudah ditaklukkan oleh Saudi-Wahhabi, sementara kota Riyadl sudah menyerah. Tahun 1806, Abdul Aziz ibnu Saud wafat. Ia telah menebarkan teror ke banyak wilayah di Jazirah Arab : diselatan sampai Oman dan Yaman, sedankan di daerah utama sampai Baghdad dan Damaskus. Wahabi yang bersekutu dengan Inggris merongrong dan memberontak terhadap Khilafah Turki Utsmani yang saat itu secara de jure maupun de facto mengusai semenanjung Jazirah Arab dan Timur Tengah secara umum. 
"Jazirah Arab secara umum berada dibawah kekuasaan Turki Utsmani... Klan keluarga Syarif Hussein (keturunan Rasulullah Saw) yang menguasai kota suci Makkah sejak 700 tahun lalu itu didirikan oleh Qadatah ibnu Idris (1133-1220 M) yang dilahirkan di Yanbu', Jazirah Arab. Dia memanfaatkan firtah pertikaian yang terjadi ditengah masyarakat Makkah sebagai peluang untuk menguasainya. Dia berhasil menjadi penguasa Makkah pada tahun 1201. Kekuasaannya semakin meluas ke Madinah sebelah utara, dan Yaman sebelah selatan. Kemudian Sultan Utsmani Salim I menguasai Mesir dan semenanjung Hijaz tahun 1517. Para Syarif dari anak cucu Qatadah itu terus memegang kekuasaan di Jazirah Arab dibawah pemerintahan Turki Utsmani dari masa ke masa, baik secara de jure maupun de facto. Syarif Hussein bin Ali bin Muhammad bin Abdul Mun'in bin Awan merupakan penguasa terakhir dari kalangan syarif tersebut. Dialah yang mengumumkan revolusi Arab pada tahun 1916 dan menjadi raja Hijaz. Sampai akhirnya, dia lengser dari kekuasaannya akibat keluarga Saud menguasai Hijaz tahun 1924. Lalu diwaristi putranya, Raja Ali, namun hanya berkuasa setahun". (al-Jazirah al-'Arabiyyah fi al-Watsa'iq al-Barithaniyya; Najd wa Hijaz)

Ketika Makkah berhasil direbut oleh Wahhabi dari tangan Khalifah Turki Utsmani, maka dominasi Wahabi ditanah suci menjadi tantangan langsung terhadap otoritas Turki kala itu. Beberapa kali serangan dilancarkan dari Baghdad oleh Khalifah, tetapi gagal. Muhammad Ali Pasha, wazir atau wakil Khalifah di Mesir, diserahi tanggung jawab mengambil alih kembali Hijaz dan tanah suci, mengambalikannya kepada Khalifah sebagai khadimul haramain (pelayan 2 tanah suci : Makkah dan Madinah).


Setelah gagal di tahun 1811, pada tahun 1812 pasukan Turki Utsmani dari Mesir tersebut berhasil menduduki Madinah. Tahun 1815, kembali pasukan Mesir menyerbu Riyadh, Makkah dan Jeddah. Kali ini pasukan Wahabi kocar-kacir. Pada saat itu, Ibrahim Pasya, putra penguasa Mesir sebagai wakil pemerintahan Turki Utsmani, datang dengan kekuatan sekitar 8000 pasukan kavaleri dan infantri dari Mesir, Albania dan Turki. Muhammad Ibnu Saud sendiri beserta keluarganya ditawan dan dibawa ke Kairo, kemudian ke Konstantinopel. Di Ibukota Khilafah Utsmani itu dia dipermalukan, diarak keliling kota ditengah cemoohan penonton selama 3 hari. Kemudian kepalanya dipenggal dan tubuhnya dipertontonkan kepada kerumunan yang marah.


Sisa keluarga Saudi-Wahhabi menjadi tawanan di Kairo. Kehancuran Wahabi disambut gembira dibanyak negeri Muslim. Seorang ulama bermadzhab Hanafi bernama Muhammad Amin ibnu Abidin yang hidup di awal abad ke-19 mengatakan :


"Ia mengaku pengikut Madzhab Hanbali, tapi dalam pemikiran-pemikirannya hanya dia saja yang muslim dan semua orang lain adalah musyrik. Ia mengatakan bahwa membunuh Ahlussunnah adalah halal, sampai akhirnya Allah menghancurkannya pada tahun 1233 H (1818 M) melalui pasukan muslim".


Tahun 1902, Abdul Aziz, putra Abdurraman ibnu Saud mengungsi ke Kuwait, memulai usaha meraih kejayaan dinasti Saud yang hilang. Dengan bantuan Syaikh Kuwait yang selama ini melindunginya, Ibnu Saud, demikian nama populer Abdul Aziz, berhasil meraih Riyadl den mengumumkan pemulihan kembali Dinasti Saud disana. Klan As-Sabah di Kuwait mendorong Ibnu Saud menaklukkan Riyadl karena mereka takut kekuasaan Klan Rasyidi yag menguasai Riyadl semakin kuat dan luas-juga terutama karena adanya aliansi Rasyidi dengan Khilafah Utsmani- sehingga mengancam Kuwait. 

Pertarungan di Najd terjadi antara Ibnu Saud yang dibantu Inggris melawan Klan Rasyidi yang dibantu Khilafah Utsmani. Inggris ikut campur karena khawatir dukungan Khilafah Utsmani terhadap Ibnu Rasyid akan mengancam kepentingan mereka di Kuwait.


Tahun 1906, wilayah Qasim direbut sehingga kekuasaan Ibnu Saud semakin dekat ke jantung Klan Rasyidi di Najd Utara. Selain Qasim, Ibnu Saud juga menguasai kota-kota penting lainnya, seperti 'Unayzah dan Buraydah. Najed praktis terbelah menjadi dua: separuh dikuasai Ibnu Saud dan separuh lagi dikuasai Klan Rasyidi.

Gambaran antara dahsyatnya peperangan yang terjadi antara pihak Ibnu Saud yang dibantu Inggris dengan Ibnu Rasyidi dengan dibantu Khilafah Turki Utsmani, dikatakan oleh sejarawan Wahabi, Ibnu Bisyr al-Najdi dalam bukunya Uwan al-Majd sebagai peperangan berdarah yang banyak menelan korban dipihak Khilafah Utsmani. Dalam sekali serang saja, sedikitnya 2400 lebih tentara muslim Khilafah Turki Utsmani yang terdiri dari orang-orang Mesir, Maroko dan Quraisy tewas terbunuh.

Pada 26 Desember 1915, ketika Perang Dunia I berkecamuk, Ibnu Saud menyepakati traktat dengan Inggris. Berdasarkan traktat ini, pemerintah Inggris mengakui kekuasaan Ibnu Saud atas Najed, Qatif, Jubail dan wilayah-wilayah yang bergabung didalam empat wilayah utama ini. Dukungan penuh pemerintah Inggris itu diakui secara resmi oleh mereka. Maka, apabila wilayah-wilayah ini diserang, Inggris akan membantu Ibnu Saud dengan kekuatan penuh. Traktat ini juga mendatangkan keuntungan material bagi Ibnu Saud. Ia mendapatkan ribuan senapan dan uang. Ibnu Saud juga menerima subsidi dan bantuan senjata yang dikirim secara teratur sampai tahun 1924, bersamaan dengan runtuhnya Khilafah Turki Utsmani.


Sebagai imbalannya, Ibnu Saud tidak akan mengadakan perundingan dan membuat traktat dengan negara asing lainnya. Ibnu Saud juga tidak akan menyerang  atau campur tangan di Kuwait, Bahrain, Qatar dan Oman (yang berada dibawah proteksi Inggris). Traktat ini mengawali keterlibatan langsung Inggris dalam politik Ibnu Saud.

Sementara itu, saingan Ibnu Saud di Najd, Ibnu Rasyid, tetap berada dibawah naungan Khilafah Utsmani. Seiring dengan mulai lemahnya Khilafah, setelah berbulan-bulan dikepung, akhirnya pada 4 November 1921, Ha'il (ibukota Klan Rasyidi) jatuh ketangan Ibnu Saud yang dibantu Inggris melalui dana dan persenjataan. Penduduk oase subur disebalah utara itu pun terpaksa mengucapkan bai'at ketundukan kepada Ibnu Saud.
Sesudah menaklukkan Ha'il, Ibnu saud beralih ke Hijaz. Satu demi satu kota di Hijaz jatuh ke tangan Ibnu Saud. 'Asir, wilayah di Hijaz selatan, jatuh pada 1922, disusul Thaif, Makkah dan Madinah (ditahun 1924), Jeddah (diawal tahun 1925).

Tahun 1925 juga, dibulan Desember,  Ibnu Saud menyatakan diri sebagai Raja, dan pada awal Januari 1926 ia menjadi Raja Hijaz sekaligus Sulthan Najed, dan daerah-daerah bawahannya.


Untuk pertama kalinya, sejak berdirinya Negara Saudi II, 4 wilayah penting di Jazirah Arab, yaitu Najd, Hijaz, 'Asir dan Hasa, kembali berada ditangan kekuataan Klan Saudi. Dan pada tahun 1932, Ibnu Saud telah berhasil menyatukan apa yang sekarang dikenal sebagai Kerajaan Arab Saudi.


Mengacu kepada perkembangan sejarah kemunculan Wahabi dan relasinya terhadap kemunculan Kerajaan Arab Saudi, dapat dilihat bahwa pada dasarnya eksistensi Wahabi dan Kerajaan Arab Saudi bukanlah atas dasar dakwah dan penegakan syari’at Islam, apalagi tauhid. Kemunculan Wahabi dan Kerajaan Arab Saudi merupakan bagian dari aktifitas politik yang diboncengi kepentingan kaum kafir (Inggris) dalam menjalankan politik kekuasaan di jazirah Arab dan Timur Tengah pada khususnya. Dengan kekuataan ekonominya saat ini, Kerajaan Arab Saudi berkontribusi besar dalam menyebarkan paham-paham dan ulama Wahabi ke seluruh dunia Islam, termasuk Indonesia.

Semoga kita semua selalu berada dalam perlindungan dan ridho Alloh subhanahu wata’ala...Robbana afrigh ‘alaina shobron wa tsabit aqdhomana wanshurna ‘alal qoumil kafirin...

Sumber:
http://www.muslimedianews.com/2014/03/musnahnya-wahhabi-dan-bangkitnya.html#ixzz4bAnjHOyB
http://al-badar.net/pengertian-dan-sejarah-wahabi/

Comments

Dapatkan Hosting Murah dan Domain Gratis

Hosting Unlimited Indonesia

Popular posts from this blog

TANGGAPAN TERHADAP USTAD KHALID BASALAMAH TENTANG KAROMAT SYEIKH ABDUL QODIR JAELANI

Oleh: Uwais al Ikhwani Beberapa waktu lalu penulis menyaksikan sebuah video yang berdurasi sekitar 1 setengah menit yang menampilkan Ustad Khalid Basalamah sedang menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan kepada beliau tentang siapa itu Syeikh Abdul Qodir Jaelani QS. Dalam video tersebut Ust. Khalid Basamalah menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qodir Jaelani QS., adalah seorang ulama besar yang bermahzab Hanafi. Disampaikan kemudian bahwa Syeikh Abdul Qodir Jaelani QS. tidaklah seperti apa yang dinisbatkan oleh orang-orang selama ini dimana Syaikh Abdul Qodir Jaelani memiliki karomat atau kemampuan khusus seperti halnya mukjizat yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul. Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis tampilkan video tersebut: Tanpa mengurangi rasa hormat penulis terhadap Ust. Khalid Basalamah dan tanpa adanya tendensi negatif sedikit pun mengingat pesan yang diamanatkan Syeikh Mursyid (guru penulis) dalam tanbih: 1) Jangan menghina ulama sezaman; 2) Jangan memeriksa mur

"Sejarah Sang Waliyulloh": Sepenggal Cerita Perjumpaan Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul al Quthub (Abah Aos) dan Sayyid Ahmad Al Maliki (Abuya Ahmad) saat umroh Tahun 2015

Abah Aos sebagai pewaris kemursyidan Abah Anom dan Abuya Ahmad, dalam pelaksanaan Umroh Tahun 2015 keduanya bersama-sama melaksanakan khidmah amaliyyah Manaqib Tuan Syaikh Abdul Qodir Al Jailani. Keduanya bertemu dengan penuh kehangatan dan rasa cinta. Ekpresinya sangat tampak menunjukkan mahabbahnya. Tutur bahasa yang beliau sampaikan dalam taushiyahnya menegaskan penghormatan luar biasa kepada Abah Aos. Begitupun sebaliknya. Beberapa point yang disampaikan oleh Abuya Ahmad diantaranya adalah: Semenjak ayah saya sampai saat ini, baru sekarang menerima tamu di pagi hari, terlebih dalam jumlah yang besar seperti ini. Mengapa saat ini kami menerima para jamaah sekalian? Karena cinta saya kepada beliau (Abah Aos) begitu besarnya. Dan cinta itulah yang menjadikan apapun menjadi tidak terhalang. Saya mencintai beliau sebagaimana beliau mencintai saya dan ayah saya. Kami disinipun adalah para murid Syaikh Abdul Qodir Jailani. Semenjak ayah saya hingga saat ini, tuan Syaikh selalu k

PERTEMUAN PARA PECINTA KESUCIAN JIWA

Tadi malam, Sayyid Syeikh al-Habib Luthfi bin Ali bi Yahya tiba di Pesantren Peradaban Dunia JAGAT 'ARSY, BSD, Indonesia. Kedatangan beliau untuk bersilaturahim dengan Pangersa Guru Agung Abah Aos dalam rangka tahniah Maulid Abah Aos yang ke-73. Ini pertemuan yang kesekian kalinya Habib Luthfi dengan Pangersa Abah di JAGAT 'ARSY, pertemuan dua Wali Agung yang penuh kehangatan dan keakraban. Perjumpaan ini sudah beberapa kali direncanakan namun baru malam tadi bisa terjadi. Dalam temu kangen para kekasih Alloh ini dimeriahkan hiburan relijius tim kesenian Sinaurasa asuhan Kh Dr Irfan Zidni Wahab. Tampak Habib Luthfi pun turut serta bermain musik. Pada kesempatan silaturahim kali ini juga hadir Syeikh Abdul Aziz Abdin al-Mahdi al-Husaini PhD (Amerika) dan Syeikh Aziz el-Qobaiti Idrisi al-Mahadi al-Hasani (Maroko). Lengkap sudah para duriyyah wa nuriyyah kumpul di Kanzul 'Arsy Wisma 111. Salam Pecinta Kesucian Jiwa.