Riba atau dalam bahasa berarti nilai lebih atau
tambahan (al-ziyadah) atau secara istilah berarti semua tambahan yang tidak
disertai pertukaran kompensasi (Imam Ibnu al-‘arabiy), telah terbukti dalam
perjalanan sejarah manusia sebagai salah satu sumber kejatuhan perekonomian
manusia, sehingga riba masuk dalam kategori haram. Terkait dengan ini, seluruh
ulama telah bersepakat mengenai hukum haramnya riba. Dalam perkembangannya,
praktek riba dapat kita temui dalam berbagai bentuk, mulai dari bunga pinjaman
uang (pinjaman bank, koperasi, maupun perseorangan), bunga pembayaran
pembiayaan kredit (leasing) rumah, kendaraan, dan lain-lain, asuransi, dan
berbagai bentuk pengelolaan simpan pinjam di lembaga keuangan modern.
Dengan berbagai bentuk dan metode, riba telah masuk
dalam aspek kehidupan lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat miskin hingga
kaya, hampir seluruhnya bersentuhan dengan riba. Banyaknya masyarakat yang
terjebak kepada riba dikarenakan berbagai bentuk riba menawarkan bantuan kepada
masyarakat untuk mengatasi masalah keuangan masyarakat, sehingga dalam jangka
pendek masyarakat merasa terbantu dan memperoleh manfaat dari keberadaan
praktek riba ini. Sehingga perkara riba dalam masyarakat tidak hanya tentang
ketidaktahuan masyarakat terhadap hukum riba tersebut, tetapi lebih kepada
tawaran solutif praktek riba terhadap permasalahan keuangan masyarakat.
Dalam kondisi tersebut, secara perlahan, praktek riba
telah berkembang menjadi sebuah budaya dan kelaziman. Masyarakat, bahkan umat
muslim telah menganggap praktek riba dalam berbagai bentuk sebuah kewajaran dan
sama sekali tidak terusik atas ancaman Alloh SWT terhadap praktek riba
tersebut. padahal Alloh SWT sudah memberi ancaman terhadap praktek riba:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُمَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil
riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya”. [QS Al Baqarah (2): 27
Usaha memerangi riba selama ini tidak berjalan efektif
karena kita belum mampu menghadirkan praktek keuangan syari’ah yang solutif dan
responsif terhadap berbagai permasalahan keuangan masyarakat. Tidak efektifnya
upaya memerangi riba juga terkendala dengan upaya pembinaan para korban riba
yang berjalan timpang, dimana pembinaan tidak dilakukan secara penuh, tidak
menyentuh masalah keimanan dan aqidah, serta tidak disertai dengan ikatan
komitmen yang berkelanjutan antara korban riba dengan pihak-pihak yang
membantunya. Kita dapat melihat hari ini berbagai produk keuangan syariah
berkembang cukup pesat, akan tetapi pada kenyataannya, praktek riba tetap
tumbuh subur dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam menyelesaikan
permasalahan keuangannya.
Berangkat dari kondisi tersebut, kami hadir untuk
memperkuat upaya berbagai pihak dalam memerangi riba, melalui program
“SEJAHTERA TANPA RIBA”, sebuah program yang berupaya utnuk membebaskan
masyarakat dari praktek riba serta membangun perekonomian dan usaha para korban
riba tanpa riba.
Program ini bertujuan untuk:
1)
Membebaskan masyarakat yang
terjerat praktek riba, khususnya mereka yang berada dalam posisi meminjam
dana/berhutang dengan riba;
2)
Membangun kondisi
perekonomian para korban riba paska pembebasan mereka dari praktek riba, dengan
mempraktekan keuangan syari’ah tanpa riba;
3)
Menghimpun dana bergulir
untuk membebaskan dan menghindarkan masyarakat dari riba.
Pendekatan yang digunakan dalam
program ini adalah gotong royong dan kolektifitas yang mengedepankan ukhuwah
serta silaturahmi diantara para anggota/peserta program. Pendekatan gotong
royong dan kolektivitas berarti bahwa upaya memerangi riba adalah upaya bersama
para korban riba, dengan menggunakan pola pendanaan subsidi silang yang
diperoleh melalui para donatur, anggota, dan investasi usaha.
Program ini dijalankan
dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
1)
Penghimpunan dana
pembiayaan program dari para donasi yang dilakukan melalui berbagai bentuk
kegiatan dan kampanye program;
2)
Memberikan bantuan kepada
korban riba untuk melunasi hutang/tanggungan pembayaran yang mengandung unsur
riba;
3)
Memberikan bantuan/pinjaman
tanpa riba sesuai dengan hukum syari’ah kepada para anggota atau masyarakat
yang ingin menjadi anggota, untuk kepentingan membuka dan mengembangkan usaha,
atau kepentingan lain yang bersifat darurat;
4)
Melaksanakan kegiatan
pengajian rutin (minimal 1 bulan sekali) khusus bagi para anggota untuk membina
keimanan dan aqidah para anggota, sehingga memiliki imunitas terhadap berbagai
bentuk praktek riba.
Prioritas sasaran program ini adalah sebagai berikut:
1)
Pada pelaku usaha kecil
maupun perseorangan yang terjerat hutang/tanggungan pembiayaan riba dengan
penghasilan minimal > Rp. 1.500.000,-/bulan;
2)
Perseorangan yang belum
memiliki penghasilan tetap dan usaha mandiri.
Link donasi resmi untuk program ini: https://kitabisa.com/sejahteratanpariba
Comments
Post a Comment