وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلا تَفَرَّقُوا
“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” [Âli Imrân: 103]
“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai.” [Âli Imrân: 103]
Petikan firman
Alloh subhanahu wata’ala di atas merupakan peringatan sekaligus kabar bagi umat
muslim, bahwa sejarah perjalanan Islam akan dipenuhi dengan berbagai momen
perpecahan dikalangan umat muslim. Sejarah perpecahan umat muslim bahkan sudah
mulai terlihat tidak lama sepeninggal Rasululloh sholallahu ‘alahi wassalam,
yaitu memasuki kepemimpinan khulafaurasyidin, yang muncul lebih karena
persoalan kekuasaan, yaitu tentang siapa atau dari kelompok-golongan mana yang
berhak menjadi pemimpin umat Islam.
Perbedaan sendiri
dalam Islam bukanlah sebuah hal yang asing, bahkan terbaginya Islam kedalam 72
kelompok/golongan pun telah dikabarkan oleh Rasululloh sholallahu ‘alahi
wassalam, akan tetapi hal ini tidaklah menjadi masalah, karena pada prinsipnya
Islam memandang perbedaan sebagai sebuah sunnatulloh, sebuah ketetapan yang
sudah ditetapkan oelh Alloh subhanahu wata’ala. Meskipun demikian, perbedaan
diantara kelompok/golongan dalam Islam, baik itu karena perbedaan madzhab
maupun perbedaan pemahaman dan pola gerakan dakwah, mengacu kepada perintah
Alloh subhanahu wata’ala di atas, tidak boleh menjadi sebab perpecahan didalam
Islam itu sendiri.
Di Indonesia,
keberagaman di dalam Islam dapat kita lihat secara jelas di tengah kehidupan
kita, dan selama hampir puluhan tahun umat Islam di Indonesia mampu menjaga
keberagaman tersebut hingga tidak menjadi pertikaian yang berujung pada konflik
horizontal diantara kelompok-kelompok Islam, meski dalam beberapa kasus kita
masih dapat melihat terjadinya konflik antar kelompok Islam, tetapi secara umum
konflik tersebut dapat diredam dengan cepat dan dinormalisasi dengan baik. Di
Indonesia kasus-kasus konflik horizontal diantara kelompok-kelompok Islam
tersebut didominasi oleh kasus yang menyentuh masalah penyimpangan akidah.
Dalam 1 tahun
terakhir, kita dapat melihat perubahan signifikan terkait sikap
kelompok-kelompok Islam di Indonesia dalam melihat perbedaan dan keberagaman
dalam Islam, khususnya paska kasus Ahok. Telah terjadi semacam dikotomi yang
membagi umat Islam Indonesia ke dalam 2 kelompok besar, yaitu kelompok Islam
yang berada dalam barisan kekuasaan pemerintah dan kelompok Islam yang berada
di luar barisan pemerintah. Dikotomi yang awalnya terjadi karena kepentingan
untuk membela agama, kemudian berkembang menjadi gesekan kepentingan politik.
Indikasi pergeseran
kepentingan tersebut dapat kita lihat dari perubahan isu yang dimainkan masing-masing
kelompok, paska kasus Ahok, kelompok Islam yang berada di barisan pemerintah
memainkan isu toleransi dan komitmen terhadap NKRI dan cenderung melihat ada
kelompok-kelompok di luar mereka yang berusaha merongrong kekuasaan pemerintah
yang sah. Di lain pihak, kelompok Islam yang berada di luar pemerintah
memainkan isu yang mencitrakan pemerintahan hari ini sebagai musuh Islam karena
dianggap melakukan tindakan represif terhadap kelompok-kelompok Islam, salah
satunya pembubaran Ormas Islam melalui Perppu Ormas.
Pertarungan kedua
kelompok Islam ini tidak hanya terjadi pada tataran isu, tetapi sudah masuk ke
tataran ‘perebutan’ masjid-masjid di level terbawah, mengingat masjid adalah
sentra dakwah dan gerakan umat Islam. Di beberapa wilayah kita bisa melihat
terjadinya pembubaran dan/atau pemboikotan kegiatan dakwah. Salah satu
persitiwa terbaru adalah penolakan kehadiran Ust. Bactiar Nasir dalam acara
Tabligh Akbar di Garut Jawa Barat yang dilakukan oleh PCNU Kab. Garut, yang
direspon dengan pernyataan dari 3 ormas yaitu Kokam Muhammadiyah, FPI, dan
Persis yang siap menurunkan personilnya untuk mengamankan kehadiran Ust.
Bachtiar Nasir di Garut.
Potensi-potensi konfik tersebut jika dibiarkan, dalam jangka panjang dapat membawa perpecahan serius dikalangan umat Islam Indonesia yang dapat berujung kepada konflik sosial berkepanjangan bahkan perang saudara seperti yang kita lihat di negara-negara Islam di Timur Tengah. Kelompok-kelompok Islam di Indonesia harus mulai duduk bersama untuk saling mengingatkan bahwa ada kepentingan yang lebih besar yang harus dijaga, yaitu perintah Alloh subhanau wata’ala seperti dalam kutipan ayat di atas, perintah untuk tidak bercerai berai dan berpegang tegung kepada (tali) Alloh, membangun ukhuwah Islamiyah dari perbedaan dan keberagaman yang ada. Kepentingan politik dan kelompok haruslah dikesampingkan untuk membangun komitmen tersebut, karena tentunya bagi seorang muslim dan mukmin, prioritas sebagai seorang hamba Alloh adalah mematuhi perintah Alloh subhanahu wata’ala.
Potensi-potensi konfik tersebut jika dibiarkan, dalam jangka panjang dapat membawa perpecahan serius dikalangan umat Islam Indonesia yang dapat berujung kepada konflik sosial berkepanjangan bahkan perang saudara seperti yang kita lihat di negara-negara Islam di Timur Tengah. Kelompok-kelompok Islam di Indonesia harus mulai duduk bersama untuk saling mengingatkan bahwa ada kepentingan yang lebih besar yang harus dijaga, yaitu perintah Alloh subhanau wata’ala seperti dalam kutipan ayat di atas, perintah untuk tidak bercerai berai dan berpegang tegung kepada (tali) Alloh, membangun ukhuwah Islamiyah dari perbedaan dan keberagaman yang ada. Kepentingan politik dan kelompok haruslah dikesampingkan untuk membangun komitmen tersebut, karena tentunya bagi seorang muslim dan mukmin, prioritas sebagai seorang hamba Alloh adalah mematuhi perintah Alloh subhanahu wata’ala.
Comments
Post a Comment