Dalam Islam, banyak ulama, khususnya ulama Salafi yang menyatakan bahwa
memainkan atau mendengarkan musik haram hukumnya. Tetapi fakta lainnya
menunjukan bahwa masuk dan menyebarnya Islam di Indonesia tidak terlepas dari
bantuan seni dan musik, dalam konteks ini, seni dan musik telah dijadikan alat
untuk melakukan dakwah.
Bagi penulis sendiri, haram halalnya musik tidaklah bersifat mutlak dan
belum menjadi keputusan yang bulat di kalangan para ulama, karena di pihak lain
terdapat sebagian ulama yang menolak pandangan bahwa musik haram hukumnya.
Sebagai bahan kajian, terlepas dari sikap pribadi penulis terhadap masalah ini, berikut penulis kutip sebagian besar tulisan dari
admin Berita Islam Terkini yang membahas secara umum perbedaan pendapat tentang
halal-haramnya musik dalam Islam:
Bagaimana Islam membahas terhadap nyanyian dan musik? untuk
memutuskan hukum dalam 2 perkara ini, halal ataupun haram, mesti betul-betul
berlandaskan dalil yang shahih (bener) dan sharih (jelas). Dan tajarud, yaitu
hanya tunduk dan menjejaki sumber landasan Islam saja yaitu Al- Qur`an, Sunnah
yang shahih serta Ijma`. Bukan terpengaruh dengan karakter ataupun
kecenderungan perorangan dan adat-istiadat maupun budaya suatu rakyat.
Dan sekali lagi dikarenakan ini perkara fiqih, kembali ulama beda pendapat
mengenai status hukum nyanyian dan musik. Sebelum berbicara perbedaan pendapat
para ulama terhadap 2 perkara ini dan pembahasan dalilnya. Kami harus
mendudukkan 2 perkara ini. Nyanyian dan musik di dalam Fiqh Islam termasuk dalam
kategori muamalah ataupun urusan dunia dan bukan ibadah. Hingga terikat oleh
kaidah: Hukum dasar dalam sesuatu (muamalah) merupakan halal (mubah) hingga
datang dalil yang melarangnya.
Sehingga yang memutuskan hukum haram dalam perkara muamalah termasuk
nyanyian dan musik mesti didukung dengan landasan dalil yang shahih dan sharih.
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Allah `Aza wa Jalla sudah menetapkan
tanggung jawab, janganlah engkau lalaikan, menetapkan hudud, jangan engkau
langgar, mengharamkan sesuatu jangan engkau perbuat. Dan diam atas sesuatu,
menjadi rahmat untukmu dan bukan sebab lupa, oleh sebab itu jangan engkau
cari-cari (hukumnya) ` (HR Ad-Daruqutni).
Demikian pula di dalam salahsatu hadits diterangkan : Halal merupakan
sesuatu yang Allah halalkan di dalam kitab-Nya. Dan haram merupakan sesuatu
yang Allah haramkan di dalam kitab-Nya. Sedangkan yang Allah diamkan maka itu
merupakan sesuatu yang dima`afkan` (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim )
Perbedaan ulama pada menghukumi nyanyian yang tidak diiringi musik
a. Pendapat yang melarang
Golongan ulama ini melarang secara mutlak bernyanyi baik diiringi oleh
suara musik maupun tidak. Pendapat inilah yang dipegang oleh ulama’ ulama Hijaz
misalnya Bin Baaz Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, dan Utsaimin.
Sedangkan Sebagian Madzhab Maliki, asy-Syafi`i dan sebagian Hambali
berpendapat yakni mendengar nyanyian merupakan makruh. Apabila mendengarnya
dari wanita asing maka makin makruh. Berdasarkan Maliki yakni mendengar nyanyian
merusak muru`ah. Adapun menurut asy-Syafi`i lantaran mengandung lahwu. Dan
Ahmad mengomentari melalui ungkapannya:`Saya tidak menggemari nyanyian sebab
melahirkan kemunafikan pada hati.’
b. Pendapat yang membolehkan
Jumhur ulama bersepakat bolehnya bernyanyi (bernasyid) melalui lantunan bait
syair yang berisi ajakan bagi taat, shalawat kepada nabi SAW, nyanyian yang
baik, menggugah antusiasme kepahlawanan dan perkara - perkara mubah. Ulama
bersepakat mengharamkan nyanyian yang berisi syair-syair kotor, jorok dan cabul.
Seperti perkataan lainnya, secara umum yang kotor dan jorok diharamkan di dalam
Islam.
Adapun ulama yang menghalalkan nyanyian, seperti yang dijelaskan oleh
imam An-Nahawi mencantumkan nama-nama para sahabat dan tabi'in diantaranya :
'Umar, 'Utsman, 'Abd-ur-Rahman bin 'Auf, Abu 'Ubaidah Al-Jarrah, Saad bin Abi
Waqqash, Bilal bin Rabbah, Al-Bura' bin Malik, Abdullah bin Al-Arqam, Usamah
bin Zaid, Hamzah bin 'Umar, Abdullah bin 'Umar, Qurrazhah bin Bakkar, Khawwat
bin Jubair, Rabah Al-Mu'tarif, Al-Mughirah bin Syu'bah, 'Amru bin Al-Ash,
Aisyah binti Abu Bakar, Ar-Rabi', dan masih ramai lagi dari kalangan sahabat.
Sedangkan dikalangan tabi'in terdapat nama-nama misalnya Said bin
Al-Musayyab, Salim bin 'Umar, Ibnu Hassan, Kharizah bin Zaid, Syuraih Al-Qadli,
Said bin Jubair, 'Amir Asy-Sya'bi, 'Abdullah bin Abi 'Athiq, 'Atha bin Abi
Rabah, Muhammad bin Shahab Az-Zuhri, 'Umar bin Abd-ul-'Aziz, Saad bin Ibrahim
Az-Zuhri.
Adapun dari kalangan tabi'it tabi'in jumlahnya luar biasa banyak, di
antaranya Imam yang empat, Ibnu 'Uyainah, dan jumhur Syafi'iyah. (Lihat Imam
Asy-Syaukani, NAIL-UL-AUTHAR, Jilid VIII, hlm. 114-115).
Sehingga secara umum bisa disimpulkan bahwa para ulama menghalalkan bagi
umat Islam mendengarkan nyanyian yang baik-baik apabila terbebas dari semua
jenis yang diharamkan seperti dijelaskan di atas.
Hukum nyanyian yang diiring alat musik
Sedangkan hukum yang terikat oleh nyanyian yang memakai alat musik dan
mendengarkannya, para ulama juga berselisih pendapat. Sebagian mengharamkan dan
sebagian memakruhkan alat musik. Seperti dalam beberapa hadits di antaranya,
seperti berikut:
- Sungguh
akan muncul di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr
dan alat-alat yang melalaikan`. (HR Bukhari)
- Dari Nafi
bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, lalu ia menutupi
telingannya dengan 2 jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan
tersebut. Ia berkata:`Wahai Nafi` apa engkau dengar?`. Aku menjawab:`Ya`.
Lalu melanjutkan berjalanannya hingga aku berkata:`Tidak`. Lalu Ibnu Umar
mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan yang lain dan
berkata: Aku melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian
melakukan semacam ini` (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
- Dari Umar
bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata mengenai umat ini:` Gerhana,
gempa dan fitnah. Berkata seseorang dalam kaum muslimin:`Wahai Rasulullah
kapan itu terjadi?` Rasul menjawab:` Apabila biduanita, musik dan minuman
keras dominan` (HR At-Tirmidzi)
Akan tetapi para ulama juga mendiskusikan dan memperselisihkan
hadits-hadits mengenai haramnya nyanyian dan musik. Hadits pertama diriwayatkan
dari Imam Bukhari di dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al-Asy`ari ra. Hadits ini
meskipun terdapat di dalam hadits shahih Bukhori, namun para ulama
memperselisihkannya. Banyak di antara mereka yang mengatakan yakni hadits ini
merupakan mualaq (sanadnya terputus), di antaranya disebutkan oleh Ibnu Hazm.
Di samping itu di antara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini
tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih,
dikarenakan terdapat di dalam hadits shohih Bukhori, namun nash pada hadits ini
masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan
yang ada ialah apabila ia melalaikan.
Hadits kedua disebutkan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar. Kalaupun hadits
ini shohih, hingga Rasulullah saw. tidak terang mengharamkannya. Malah
Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana pula yang dilakukan oleh Ibnu Umar.
Sedangkan hadits ketiga merupakan hadits ghorib. Dan hadits-hadits lain yang
terikat oleh hukum musik, apabila diteliti rupanya tidak ada yang shohih.
Adapun ulama yang menghalalkan musik seperti diungkapkan oleh Imam
sy-Syaukani di dalam kitabnya, Nailul Authar ialah seperti berikut: Ulama
Madinah dan yang lain, misalnya ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi memberi
keringanan dalam nyanyian meskipun dengan gitar dan biola`. Juga diriwayatkan
oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i di dalam kitabnya yakni Abdullah bin
Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, terlebih-lebih membolehkan
budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan
suaranya. Dan perihal tersebut terjadi pada masa khilafah Amirul Mukminin Ali
ra. Begitu pula Abu Manshur meriwayatkan perkara serupa pada Qodhi Syuraikh,
Said bin Al-Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
Imam Al-Haramain di dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang
menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair mempunyai
budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar sempat ke rumahnya ternyata di
sampingnya ada gitar, Ibnu Umar berkata:` Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw.
lalu Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata:`
Ini mizan Syami (alat musik) dari Syam?`. Berkata Ibnu Zubair:` Dengan ini akal
seseorang bisa seimbang`. Dan diriwayatkan dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal
bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik.
Alat musik yang dipermasalhkan ulama disini ialah keseluruhan alat musik.
Sedangkan bagi dub (rebana) dalil yang kuat ialah yang menyatakan kebolehannya.
Perkara ini berlandaskan hadits :
- Diriwayatkan
dari Ar-Rubayyi’ binti Mu’awwidz, ia berkata, “Pernah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam masuk ke tempatku saat saya menikah. Beliau duduk di
atas kasurku dan jarak beliau dengan saya layaknya jarak tempat dudukku
dengan tempat dudukmu. Untuk memeriahkan pernikahan kami, sebagian gadis
tetangga kami menabuh rebana dan menyanyikan lagu-lagu yang mengisahkan
para pahlawan Perang Badar. Selagi mereka asik bernyanyi, muncul salah
seorang di antara mereka yang mendendangkan, ‘Di tengah-tengah kita ada
Nabi yang memahami tentang apa yang akan timbul besok.’ Mendengar syair
seperti itu Nabi berkata kepadanya, ‘Tinggalkan ucapan semacam itu!
Bernyanyilah semacam nyanyian-nyanyian sebelumnya saja!’” (HR. Bukhari)
- Hadits
dari Muhammad bin Hathib, yakni Rasulullah SAW bersabda: "Pembeda
antara perkara halal dengan yang haram dalam pesta pernikahan ialah rebana
dan nyanyian.
- Dan
hadits -hadits lainnya
Demikianlah pendapat ulama mengenai mendengarkan alat musik. Dan apabila
diteliti dengan seksama, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik
hal ini karena mereka mengambil sikap waro`(hati-hati). Mereka melihat
kerusakan yang timbul dimasanya. Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat
dan tabi`in menghalalkan alat musik sebab mereka mencermati memang tidak datang
dalil baik dalam Al-Qur`an ataupun hadits yang terang mengharamkannya. Sehingga
dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Maka dari itu kepada umat Islam dalam mendengarkan nyanyian dan musik hendak
memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berhubungan dengan lirik ini ialah semacam hukum yang diberikan
kepada tiap ucapan dan ungkapan yang lain. Maksudnya, apabila muatannya baik
berdasarkan syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bilamana muatanya buruk
berdasarkan syara`, maka diharamkan.
2. Alat Musik yang Dipakai.
Seperti sudah diungkapkan di muka yakni, hukum dasar yang berlaku di dalam
Islam merupakan bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada
larangan yang terang. Dengan peraturan ini, oleh sebab itu alat-alat musik yang
dipakai buat mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan.
Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama ialah ad-dhuf
(alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk
mendengarkannya, para ulama berselisih pendapat satu sama lainnya. Satu perihal
yang disepakati adalah keseluruhan alat itu diharamkan apabila melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Mesti dijaga cara penampilannya selalu terlindung dari perkara yang
diharamkan syara` misalnya pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan
ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Meskipun sesuatu itu mubah, akan tetapi jika diduga kuat mengakibatkan
perkara yang diharamkan misalnya melalaikan shalat, munculnya ulah penonton
yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, oleh sebab itu sesuatu
tersebut jadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi` (menutup
pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh ataupun Keserupaan Dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, panduan penyajian dan design khas yang sudah menjadi ciri
kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, mesti
dihindari supaya tidak terperangkap di dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang
tidak dibenarkan. Rasulullah saw. bersabda: “Siapa saja yang menyerupai
suatu kaum maka ia termasuk mereka` (HR Ahmad dan Abu Dawud)
Kesimpulan
Kesimpulannya di dalam problem ini, kami cendrung pada pendapat yang
mengharamkan nyanyian yang berupa ungkapan cinta, mengumbar hawa nafsu dll
seperti Yang banyak merajalela jaman ini. Adapun nasyid dan syair yang berisi
kebaikan ialah mubah malah berpahala apabila hal ini dimanfaatkan sebagai
sarana dakwah. Yang amat baik dari keduanya ialah yang tidak menggunakan alat
musik. Sedangkan nyanyian yang berisi perkataan yang mubah hukumnya boleh
selama tidak melalaikan dari kewajiban agama.
Wallahu a''lam bishshawab.
Sumber: http://beritaislamiterkini.blogspot.co.id/2014/09/hukum-nyanyian-dan-musik-dalam-islam.html
Comments
Post a Comment