Skip to main content

72 TAHUN INSKONTITUSIONAL; REFLEKSI KEMERDEKAAN INDONESIA



Selama 72 tahun Indonesia merdeka secara de yure dan de facto dari imperialisme dan kolonialisme, selama 72 tahun itu juga Indonesia menjadi salah satu negara yang tidak konsisten dalam menjalankan amanat konstitusi.

Sejak awal kemerdekaan Indonesia hingga saat ini, belum kita temukan satu pun rezim pemerintahan yang menjalankan amanat konstitusi secara konsisten, khususnya dalam hal penjaminan terhadap hak-hak dasar warga negara.

Pada masa Orde Lama, inkonstitusi penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada masalah politik dan tata negara. Hal tersebut masih terbilang wajar sebagai sebuah negara yang baru saja merdeka dan berdiri, ditengah ancaman masuknya kembali imperialisme Belanda pada saat itu, serta ditengah pertarungan politik 2 kekuatan global, yaitu Amerika Serikat dan Uni Sovyet. Beberapa bentuk penyimpangan yang terjadi pada masa Orde Lama diantaranya adalah:

1)        Presiden selaku pemegang kekuasaan eksekutif dan legislatif (bersama DPR) telah mengeluarkan ketentuan perundangan yang tidak ada dalam UUD 1945 dalam bentuk penetapan presiden tanpa persetujuan DPR 
2)        Melalui Ketetapan No. I/MPRS/1960, MPR menetapkan pidato presiden 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” (Manifesto Politik Republik Indonesia) sebagai GBHN bersifat tetap. Hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945.
3)        MPRS mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden seumur hidup. Hal ini bertentangan dengan UUD 1945, karena DPR menolak APBN yang diajukan oleh presiden. Kemudian presiden membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
4)        Presiden membubarkan DPR hasil pemilu 1955, karena DPR menolak APBN yang diajukan oleh presiden. Kemudian presiden membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-GR), yang anggotanya diangkat dan diberhentikan oleh presiden.
5)        Pimpinan lembaga-lembaga negara dijadikan menteri-menteri negara, termasuk pimpinan MPR kedudukannya sederajat dengan menteri. Sedangkan presiden menjadi anggota DPA 
6)        Demokrasi yang berkembang adalah demokrasi terpimpin
7)        Berubahnya arah politik luar negeri dari bebas dan aktif menjadi politik yang memihak salah satu blok.

Beberapa penyimpangan tersebut mengakibatkan tidak berjalannya sistem sebagaimana UUD 1945, memburuknya keadaan politik, keamanan dan ekonomi sehingga mencapai puncaknya pada pemberontakan G-30-S/PKI. Pemberontakan ini dapat digagalkan oleh kekuatan-kekuatan yang melahirkan pemerintahan Orde Baru.

Di masa pemerintahan Orde Baru, harapan berbagai pihat tentang terbentuknya stabilitas politik dan rezim pemerintahan yang kuat terpenuhi. Harapan ini muncul sebagai bentuk refleksi pada kondisi pemerintahan di masa Orde Lama yang cenderung tidak stabil dan rentan terhadap berbagai bentuk pemberontakan.

Pemerintahan yang kuat dan stabilitas politik yang baik tersebut ternyata harus dibayar mahal dengan dibungkamnya kebebasan politik, berpendapat, dan berserikat, masuknya kapitalisme sebagai konsekuensi arah pembangunan Indonesia.

Tentu saja kondisi ini adalah pilihan terbaik diantara berbagai pilihan buruk, mengingat situasi negara yang rentan paska G30/S PKI serta jatuhnya kondisi perekonomian Indonesia saat itu. Di bawah pemerintahan Orde Baru yang dikalangan para oposan dan aktivis gerakan saat itu sebagai rezim pemerintahan yang represif dan otoriter, Indonesia mampu tumbuh dan berkembang menjadi salah satu negara yang diperhitungkan dan menjadi leading country di tingkat regional. Tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung positif dan peningkatan indeks pembangunan manusia Indonesia, khususnya di wilayah pulau Jawa maju dengan pesat.

Terlepas dari pencapaian tersebut, rezim pemerintahan Orde Baru juga belum dapat menjalankan secara konsisten amanat konstitusi. Inkonsistensi tersebut terjadi di bidang politik, hukum, dan ekonomi.

Dalam bidang ekonomi kita dapat menemukan contoh inkonsistensi tersebut diataranya:
1)   Ditetapkannya calon resmi partai politik dan Golkar dari keluarga presiden atau yang terlibat dengan bisnis keluarga presiden, dan calon anggota DPR/MPR yang monoloyalitas terhadap presiden (lahirnya budaya paternalisti /kebapakan dan feodal gaya baru 
2)   Tidak berfungsinya kontrol dari lembaga kenegaraan politik dan sosial, karena didominasi kekuasaan presiden/eksekutif yang tertutup sehingga memicu budaya korupsi kolusi dan nepotisme.
3)   Golkar secara terbuka melakukan kegiatan politik sampai ke desa-desa, sedangkan parpol hanya sampai kabupaten.
4)   Ormas hanya diperbolehkan berafiliasi kepada Golkar.
5)   Berlakunya demokrasi terpimpin konstitusional.

Dalam bidang hukum, penyimpangan konstitusi pada masa Orde Baru diantaranya:
1)   Belum memadainya perundang-undangan tentang batasan kekuasaan presiden dan adanya banyak penafsiran terhadap pasal-pasal UUD 1945 
2)   Tidak tegaknya supremasi hukum karena penegak hukum tidak konsisten, adanya mafia peradilan, dan banyaknya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal ini tidak menjamin rasa adil, pengayoman dan kepastian hukum bagi masyarakat. 
3)   Ada penyimpangan sekurang-kurangnya 79 Kepres (1993-1998) yang dijadikan alat kekuasaan sehingga penyelewengan terlindungi secara legal dan berlangsung lama (hasil kajian hukum masyarakat transparansi Indonesia).

Di bidang ekonomi, penyimpangan konstitusi pada masa Orde baru diantaranya:
1)    Perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan pasal 33 UUD 1945 tidak terpenuhi, karena munculnya pola monopoli terpuruk dan tidak bersaing. Akses ekonomi kerakyatan sangat minim 
2)    Keberhasilan pembangunan yang tidak merata menimbulkan kesenjangan antara yang kaya dan miskin serta merebaknya KKN. 
3)    Bercampurnya institusi negara dan swasta, misalnya bercampurnya jabatan publik, perusahaan serta yayasan sehingga pemegang kekuasaan dan keuntungan menjadi pemenang serta mengambil keuntungan secara tidak adil. Sebagai contoh kasus-kasus Kepres Mobil Nasional, Institusi Bulog, subordinasi Bank Indonesia, dan proteksi Chandra Asri 
4)    Adanya korporatisme yang bersifat sentralis, ditandai oleh urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota atau dari daerah ke pusat. Korporatisme ialah sistem kenegaraan dimana pemerintah dan swasta saling berhubungan secara tertutup satu sama lain, yang ciri-cirinya antara lain keuntungan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir pelaku ekonomi yang dekat dengan kekuasaan, dan adanya kolusi antara kelompok kepentingan ekonomi serta kelompok kepentingan politik 
5)    Perkembangan utang luar negeri dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Menurut Dikdik J. Rachbini (2001:17-22) pada tahun 1980- 1999 mencapai 129 miliar dolar AS, yang berarti aliran modal ke luar negeri pada masa ini mencapai angka lebih dari seribu triliun. Sementara kebijakan utang luar negeri tercemar oleh kelompok pemburu keuntungan yang berkolusi dengan pemegang kekuasaan. Kebijakan pemerintah dianggap benar, sedangkan kritik dan partisipasi masyarakat lemah. Kombinasi utang luar negeri pemerintah dengan swasta (yang memiliki utang luar negeri berlebihan) menambah berat beban perekonomian negara kita 
6)    Tahun 1997 Indonesia dilanda krisis ekonomi yang ditandai naiknya harga kebutuhan pokok dan menurunnya daya beli masyarakat. Krisis ini melahirkan krisis politik, yaitu ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintahan Soeharto. Krisis ekonomi yang berkepanjangan, besarnya utang yang harus dipikul oleh negara, meningkatnya pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan sosial, menumbuhkan krisis di berbagai bidang kehidupan. Hal ini mendorong timbulnya gerakan masyarakat terhadap pemerintah, yang dipelopori oleh para mahasiswa dan dosen. Demonstrasi besar-besaran pada tanggal 20 Mei 1998 merupakan puncak keruntuhan Orde Baru, yang diakhiri dengan penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada B.J. Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.

Paska runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun 1998, muncullah Orde Reformasi yang mencerminkan semangat perubahan, khususnya dalam hal kebebasan politik dan demokrasi. Semangat perubahan tersebut dapat kita lihat dalam berbagai kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dari masa pemerintahan BJ Habibie hingga kini masa pemerintahan Jokowi-JK, dimana menjaga kebebasan politik dan demokrasi menjadi prioritas penting.

Lantas pertanyaannya, apakah masa Reformasi ini, khususnya saat ini pemerintahan kita sudah konsisten dalam menjalankan konstitusi???

Mungkin pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh masing-masing dari para pembaca sekalian. Hari ini kita dapat melihat bahwa kemandirian ekonomi belum sepenuhnya tercapai, masih banyak kita temukan berbagai sumber daya penting yang tidak mampu dikuasai oleh negara atau dikuasai oleh negara tetapi manfaatnya untuk swasta.

Dalam konstitusi kita dinyatakan dengan tegas bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya DIKUASAI OLEH NEGARA dan DIPERGUNAKAN SEBESAR-BESARNYA UNTUK KEMAKMURAN RAKYAT” (Pasal 33 ayat 3 UUD 1945).

Ketentuan tersebut faktanya tentu sangat jauh dari apa yang kita semua harapkan. Jangankan berbicara tentang kekayaan alam, bicara tentang pemenuhan kebutuhan tiap-tiap warga negara terhadap tanah untuk tempat tinggal dan air untuk kebutuhan sehari-hari pun pemerintah masih belum mampu memenuhinya, padahal ini merupakan hal dasar yang harus dipenuhi oleh negara.

Kita masih menemukan mayoritas warga negara yang belum memiliki tanah untuk tempat tinggal, apalagi untuk usaha. Jika mengacu kepada ketentuan konstitusi di atas, sudah jelas bumi atau tanah yang dikuasai oleh negara harus mampu ditransformasikan untuk kemakmuran rakyatnya, salah satu wujudnya adalah dengan memberikan tanah kepada tiap warga negara untuk tempat tinggal dan usaha secara GRATIS, karena itu adalah tanggung jawab negara. Sama halnya dengan air, masih banyak saudara-saudara kita yang belum memiliki akses terhadap air bersih, bahkan di perkotaan seperti Jakarta dan Bandung sekalipun kita masih dapat menemukan banyak masyarakat yang sulit mengakses air bersih. Dalam hal ini air bersih hanya mampu diakses oleh mereka yang memiliki uang untuk membeli air bersih kepada PDAM atau penyedia air bersih milik swasta.

Hampir sebagian besar hak-hak dasar warga negara yang dijamin dalam konstitusi memasuki umur ke-72 tahun ini masih belum mampu dipenuhi oleh negara, seperti hak atas penghidupan yang layak, jaminan pemerliharaan terhadap fakir miskin dan anak terlantar, dan lain-lain.

Dalam bidang politik dan demokrasi, kita pun hari ini mengalami kemunduran, dimana pemerintah secara arogan mulai membatasi kebebasan warganya untuk berserikat dan berkumpul, melakukan kegiatan-kegiatan oposisi yang sejatinya adalah wujud kontrol terhadap pemerintahan pun dikriminalisasi hari ini. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana pemerintah melakukan pembubaran Ormas secara arogan melalui penerbitan Perppu Ormas yang lebih terlihat sebagai shortcut atau jalan pintas bagi pemerintah karena tidak ditempuhnya mekanisme hukum dalam melakukan pembubaran ormas seperti yang diamanatkan oleh undang-undang ormas sebelumnya.
Kita juga dapat melihat dengan jelas bagaimana gerakan kriminalisasi ulama yang dengan tegas menyatakan kritik kepada pemerintah dalam setahun terakhir. Ini merupakan bentuk kemunduruan besar dalam era reformasi dimana kegiatan oposisi sebagai bentuk kontrol terhadap pemerintah sudah dihambat dan dibatasi bahkan dikriminalisasi.

Dalam hal kebebasan beragama pun hari ini terancam mengalami kemunduran yang ditampakan dengan jelas ketika umat Islam beberapa bulan yang lalu harus melakukan aksi demonstrasi besar-besaran selama beberapa kali hanya untuk meminta jaminan kebebasan umat Islam dalam menjalankan salah satu perintah agama dalam hal memilih pemimpin yang terancam ‘dipelintir’ oleh salah satu oknum pimpinan daerah.

Ketidakmampuan pemerintah dalam memenui hak-hak dasar warga negara yang dijamin oleh konstitusi secara tidak langsung menunjukan inkonstitusional pemerintahan. Dalam hal ini tentu saja ini tidak serta merta hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi kita seluruh warga negara memiliki peran penting dalam mewujudkan hal tersebut. kita semua berkewajiban mendorong dan membentuk pemerintahan yang amanah dan konsisten dalam mengemban dan melaksanakan amanat konstitusi.


Semoga Alloh subhanahu wata’ala tetap memberikan limpahan rahmatnya bagi negeri kami tercinta Indonesia...

Salam 
Jundulloh....

Comments

Dapatkan Hosting Murah dan Domain Gratis

Hosting Unlimited Indonesia

Popular posts from this blog

TANGGAPAN TERHADAP USTAD KHALID BASALAMAH TENTANG KAROMAT SYEIKH ABDUL QODIR JAELANI

Oleh: Uwais al Ikhwani Beberapa waktu lalu penulis menyaksikan sebuah video yang berdurasi sekitar 1 setengah menit yang menampilkan Ustad Khalid Basalamah sedang menjawab sebuah pertanyaan yang diajukan kepada beliau tentang siapa itu Syeikh Abdul Qodir Jaelani QS. Dalam video tersebut Ust. Khalid Basamalah menyatakan bahwa Syeikh Abdul Qodir Jaelani QS., adalah seorang ulama besar yang bermahzab Hanafi. Disampaikan kemudian bahwa Syeikh Abdul Qodir Jaelani QS. tidaklah seperti apa yang dinisbatkan oleh orang-orang selama ini dimana Syaikh Abdul Qodir Jaelani memiliki karomat atau kemampuan khusus seperti halnya mukjizat yang dimiliki oleh para Nabi dan Rasul. Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis tampilkan video tersebut: Tanpa mengurangi rasa hormat penulis terhadap Ust. Khalid Basalamah dan tanpa adanya tendensi negatif sedikit pun mengingat pesan yang diamanatkan Syeikh Mursyid (guru penulis) dalam tanbih: 1) Jangan menghina ulama sezaman; 2) Jangan memeriksa mur

"Sejarah Sang Waliyulloh": Sepenggal Cerita Perjumpaan Syeikh Muhammad Abdul Gaos Saefulloh Maslul al Quthub (Abah Aos) dan Sayyid Ahmad Al Maliki (Abuya Ahmad) saat umroh Tahun 2015

Abah Aos sebagai pewaris kemursyidan Abah Anom dan Abuya Ahmad, dalam pelaksanaan Umroh Tahun 2015 keduanya bersama-sama melaksanakan khidmah amaliyyah Manaqib Tuan Syaikh Abdul Qodir Al Jailani. Keduanya bertemu dengan penuh kehangatan dan rasa cinta. Ekpresinya sangat tampak menunjukkan mahabbahnya. Tutur bahasa yang beliau sampaikan dalam taushiyahnya menegaskan penghormatan luar biasa kepada Abah Aos. Begitupun sebaliknya. Beberapa point yang disampaikan oleh Abuya Ahmad diantaranya adalah: Semenjak ayah saya sampai saat ini, baru sekarang menerima tamu di pagi hari, terlebih dalam jumlah yang besar seperti ini. Mengapa saat ini kami menerima para jamaah sekalian? Karena cinta saya kepada beliau (Abah Aos) begitu besarnya. Dan cinta itulah yang menjadikan apapun menjadi tidak terhalang. Saya mencintai beliau sebagaimana beliau mencintai saya dan ayah saya. Kami disinipun adalah para murid Syaikh Abdul Qodir Jailani. Semenjak ayah saya hingga saat ini, tuan Syaikh selalu k

PERTEMUAN PARA PECINTA KESUCIAN JIWA

Tadi malam, Sayyid Syeikh al-Habib Luthfi bin Ali bi Yahya tiba di Pesantren Peradaban Dunia JAGAT 'ARSY, BSD, Indonesia. Kedatangan beliau untuk bersilaturahim dengan Pangersa Guru Agung Abah Aos dalam rangka tahniah Maulid Abah Aos yang ke-73. Ini pertemuan yang kesekian kalinya Habib Luthfi dengan Pangersa Abah di JAGAT 'ARSY, pertemuan dua Wali Agung yang penuh kehangatan dan keakraban. Perjumpaan ini sudah beberapa kali direncanakan namun baru malam tadi bisa terjadi. Dalam temu kangen para kekasih Alloh ini dimeriahkan hiburan relijius tim kesenian Sinaurasa asuhan Kh Dr Irfan Zidni Wahab. Tampak Habib Luthfi pun turut serta bermain musik. Pada kesempatan silaturahim kali ini juga hadir Syeikh Abdul Aziz Abdin al-Mahdi al-Husaini PhD (Amerika) dan Syeikh Aziz el-Qobaiti Idrisi al-Mahadi al-Hasani (Maroko). Lengkap sudah para duriyyah wa nuriyyah kumpul di Kanzul 'Arsy Wisma 111. Salam Pecinta Kesucian Jiwa.