Berbekal tali slag atau katrol, selembar papan dan bambu, Sersan Kepala (Serka) Darwis, prajurit TNI Korem 143/HO Kendari membantu sejumlah anak-anak sekolah menyeberangi derasnya arus sungai Ranteangin di Kolaka Utara (Kolut), Sulawesi Tenggara (Sultra).
Beberapa hari ini ramai di pemberitaan tentang aksi seorang Babinsa yang membantu anak-anak sekolah menyeberangi sungai di Desa Maroko. Aksi heorik ini kemudian mendapatkan apresiasi dari Dandim setempat dengan memberikan gelar 'Pahlawan Pendidikan" kepada Serka Darwis.
Setiap hari, anggota Babinsa Lalusua, Kolaka Utara itu harus bertaruh nyawa untuk membantu para siswa melintasi sungai selebar 60 meter tersebut. Aktivitas penuh risiko itu dilakoninya sejak 2012 silam.
"Satu kali seberangkan anak-anak untuk sekolah bisa tiga orang, bahkan anak kecil saya gendong dengan pakai sarung. Supaya aman, tali dililitkan di badan anak-anak kalau mau nyeberang," tutur Darwis dihubungi via teleponnya, Sabtu (5/8/2017).
Kondisi itu terjadi karena tidak ada jalan alternatif lain yang bisa digunakan warga Desa Maroko, Kecamatan Wawo untuk menuju Desa Tinakari, Kecamatan Ranteangin, Kolaka Utara.
Di desa itu belum terdapat fasilitas pendidikan ataupun pasar, sehingga warga Desa Marako harus menyeberangi sungai agar bisa sampai tujuan.
Kondisi tersebut sudah berlangsung berpuluh-puluh tahun, namun hingga kini Pemerintah Daerah Kolaka Utara tidak kunjung membangun jembatan penghubung dua wilayah itu.
Gambaran ini memperlihatkan bahwa ada semacam ketimpangan dalam arah pembangunan nasional kita hari ini. Di satu sisi, kita disajikan pemberitaan secara massif, bahwa prioritas pemerintah hari ini adalah membangun infrastruktur yang dianggap penting. Kita juga disajikan berita dimana Presiden Jokowi meresmikan beberapa infrastruktur jalan lintas provinsi dan jalan tol di beberapa daerah.
Tekad pemerintah untuk membangun infrastruktur ini pun ditunjukan dengan komitmen pemerintah untuk terus menambah hutang demi menutupi belanja negara yang 'membengkak' entah karena apa dan untuk apa.
Berdasarkan data dan berbagai publikasi, baik oleh pemerintah maupun media yang cenderung pro pemerintah, kita bisa lihat bahwa infrastruktur yang telah dibangun pemerintah selama lebih dari 2 tahun ini adalah infrastruktur di bidang transportasi dan perhubungan dalam rangka menunjang distribusi logistik dan investasi. Data tentang pembangunan infrastruktur ini pun masih debatable, karena dalam rapatd engan pendapat antara Menteri Keuangan dan DPR RI beberapa waktu lalu, Menkeu tidak bisa menjelaskan sudah sejauh mana penggunaan hutan pemerintah, dialokasikan untuk apa saja, jika untuk membangun infrastruktur, maka infrastruktur mana saja yang telah dibangun melalui hutang tersebut.
Terlepas dari 'mimpi' pemerintah dalam membangun infrastruktur, berita tentang kepahlawanan Serka Darwis menjadi 'tamparan keras' bagi pemerintah, di tengah gembar-gembor pembangunan infrastruktur, ternyata di daerah-daerah masih kita temukan anak-anak kita harus bertaruh nyawa setiap harinya hanya untuk mendapatkan pendidikan dasar. Bukan tidak mungkin kondisi yang terjadi di Desa Maroko tersebut juga terjadi daerah-daerah terpencil lainnya.
Dalam hal ini, muncul pertanyaan besar, sebenarnya untuk siapakah infrastruktur yang dibangun pemerintah hari ini? Apa rasionalisasi bagi penentuan skala prioritasnya? Dikala masih banyak sektor lain yang butuh perhatian khusus dari pemerintah. Bukankah pendidikan menjadi tanggung jawab negara, menjadi amanat konstitusi, sebuah amanat dasar yang harus dipenuhi oleh negara?
Melihat dari kondisi yang ada, maka wajar jika infrastruktur bagi rakyat masih menjadi 'MIMPI' panjang bangsa Indonesia.
Sumber Berita: Tribun News
Narasi: An Najmus Tsaqib
Comments
Post a Comment